Senin, 13 Januari 2014

Petualangan anak kampung


http://gurudepag1.blogspot.co.id/
Tahun 1975 mama pergi menghadap Tuhan Yang Mahakuasa padahal aku baru melihat dunia. Kehilangan akan  ASI sumber air hidupku membuat gairah hidupku tidak padam tetapi justru semakin bergairah untuk mempertahankan hidup.

Tepatnya tanggal 09 Januari 1975 adalah hari yang terindah buat mama Kalara Nole Lejab untuk meninggalkan suami, anak-anak serta kerabat keluarga untuk selamanya. Kepergian mama membawa persoalan baru bagi keluarga  yang ditinggal, terlebih seorang bocah  yang masih butuh perhatian dan kasayang dari seorang mama,  namun apa hendak dikata: "Rencana-Ku bukanlah rencanamu, Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, sepenggal kata dari buku kehidupan yang ditulis oleh orang-orang bijak.

Sejak saat itu tinggal Bapa Boli Pito, Bonsu dan keempat kakaknya hidup bertetangga, dengan kerabat keluarga di kampung Watuwawer. Kebiasaan hidup di kampung selalu saling tolong menolong, saling memberi sesuatu apa adanya sebagai suata ikatan kekerabatan yang khas di kampung itu.

Saat itu Bonsu belum mengerti tentang kematian itu sendiri. sampai-sampai dalam pembaringan mama, Bonsu menghampirinya dan berusaha mengambil bagian untuk menghilangkan dahaga, namun akhirnya kakakkulah yang menarik aku dan mengatakan bahwa mama kita sudah meninggal dan tidak boleh lakukan semuanya itu.

Sekali waktu Bonsu datang kerumah mama Sasi Pito hendak meminta  air minum, tidak berselang lama,  mama Sasi keluar dari dalam wetak ( pondok ) dan mendapati Bonsu. Kepada mama Sasi Ia menyampaikan niat dan maksud kedatangan hendak meminta air minum. Mama Sasi menjawab katanya, “air minum tidak ada, namun Kenem (sapaan bapa kecil)  sudah menyiapkan khusus buatmu” Jadi tunggu mama yang ambil. Ternyata yang diambil adalah tuak kelapa,  ini Bonsu punya sebab sepeninggalan mama Nole, ini tuak sebagai pengganti ASI . Lihat kamu sudah selamat jika tidak pasti kami semua juga tidak akan melihatmu lagi, kasihan sekali Bonsu mamamu itu pergi meninggalkanmu saat kamu masih kecil ( mere etik kenukak ) anak yatim, (tuak nebe bo gelureng dera tuhor) tuak sebagai pengganti ASI,  sejak mamamu meninggal dunia.

Sekembalinya Bonsu dari rumah mama Sasi dengan berbagai pergolakan hati yang tak menentu, Inai mateye ke.. (mama sudah mati) Bonus baru sadar dan teringat saat semua itu terjadi karena kepergian mama saat itu mendadak Bonsu jatuh sakit hingga enam bulan lamanya.

Terbayang dalam ingatanku hingga saat ini adalah sepenggal kata yang keluar dari bibir yang lesuh tak berdaya saat kupanggil  ina…ina…,(dalam bahasa ibu) yang berarti, mama…mama…. Namun apa yang terjadi ia hanya menatapku dalam dan dengan pandangan yang jauh, lama kemudian barulah keluar suara yang sayup dari dalam mulut mama katanya,  ” kakakmu pergi jauh jadi aku juga harus pergi”. Kata-kata inilah yang terbayang hingga saat ini dikala aku mengingat mama namun, semua ini sudah ditakdirkan dari Yang Maha Kuasa dan tidak dapat dibantah oleh siapapun dan dengan alasan apapun inilah rahasia iman.
Oh, ternyata tidak aku sadari,  jika kata-kata itu adalah  akhir dari sebuah percakapan bersama bundaku tercinta untuk yang terakhir kalinya dalam hidup ini.

Suatu hal lagi yang menarik dan lucu dikatakan oleh kakak-kakakku adalah bahwa,  dengan kepergian mamaku, Bonsu biasanya ditipkan pada ibu-ibu yang memiliki anak kecil yang masih menyusu agar dapat mengambil bagian untuk bias menghilangkan dahaga jika air tuak sudah habis. Bisa dibayangkan apa mungkin semua itu benar terjadi entalah sebab Bonsu sendiri tidak tahu, namun apa hendak dikata semua itu sudah terjadi. Bonsu juga sangat bersyukur atas pertolongan dan bantuan dari ibu-ibu yang berbaik hati namun yang terpenting bahwa Ia masih punya keinginan untuk hidup walau semua itu dari belas kasihan orang.

Kakak Kamilus memang akan pergi untuk melanjutkan Sekolah Menengah Atas di sebuah Lembaga swasta yakni Seminari San do Minggo Hokeng. Sekolah inilah yang nantinya  akan menghasilkan orang-orang yang akan menjadi pelayan Tuhan dalam tugas dan karya nantinya.
Dengan kepergian kakak kamilus  ke Hokeng tinggal kami berempat bersama Bapa serta kerabat keluarga  yang menyayangi kami.

Hingga suatu saat Bapa berangkat dari Watuwawer menuju ke Lewoleba dengan harapan dapat mencari perkerjaan guna menghidupi keluarga. Kami ditinggal pergi dan akhirnya kami ditipkan pada kakek dan nenek yang sudah lanjut usia. Bisa dibayakan betapa sulit  semuanya itu jika ditinggal pergi disaat kita membutuhkan kasih saya dari seorang ibu yang sudah tiada, dan ditinggal pergi oleh bapa untuk mencari pekerjaan ke tempat yang jauh.

Yang ada dalam benakku adalah menjalankan hidup ini apa adanya dan sejauh mana hidup ini akan berlalu. Dalam kerinduan  ketidak pastian hidup, namun berkat dukungan dan bantuan semua orang, sahabat dan kenalan memberikan harapan dan dorongan yang begitu besar untuk diriku. Bonsu tumbuh dalam situasi hidup keluarga yang sederhana dengan berbagai kekurangan dan keterbatasan. 

Dalam perjuangan hidup ini aku mengalami berbagai kesulitan hidup namun semuanya itu harus kuterima dengan senyuman. Semua peristiwa hidup yang kualami disaat usiaku baru memasuki tahun yang kelima. Dalam perjalanan waktu Bonsu tumbuh dan  diasuh oleh Nenek, kekek, kakak serta sanak saudara sebagai suatu ikatan rumpun keluarga di desa itu.

Lama kami ditinggal pergi sekitar  dua tahun lamanya, akhrinya bapak pulang dengan membawa harapan baru bagi kami semua. Bapak akhirnya menikah lagi dengan adik dari mamaku dan aku sangat bahagia punya mama yang sangat menyayangiku. Kami semua akhirnya pergi meninggalkan Watuwawer menujuh ke Lewoleba sekitar Maret 1977. Dan akhirnya kami menetap di Lamahora yang menjadi awal baru kehidupanku  hingga saat ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar