Semenjak
menyelesaikan pendidikan pada Sekolah
Menengah
Atas ada keinginan untuk
melanjutkan sekolah di Perguruan Tinggi, keinginan terus terpendam dalam hati
disaat melihat teman-teman sekelas dengan semangat yang berapi-api untuk
melanjutkan study ke Perguruan Tinggi,
apalah dayaku karena aku seorang
Petualangan Kampung dan tidak mungkin semua keinginanku itu akan tercapai.
Namun ada satu harapan yang ada dalam
hati disaat kumeruningi, bagi manusia semua
itu tidak mungkin namun bagi Allah semuanya itu mungkin. Sepenggal kalimat ini selalu ada dalam hatiku membuat aku selalu berusaha untuk mengubah
nasib hidup ini, entah sampaikap aku
selalu berharap dan terus berharap.
Kesempatan pertama yang kucoba untuk
mengubah nasib adalah keinginan untuk
menjadi Seorang Polisi dan aku ikut sampai pada tingkatan penentuan akhir, namun gagal dikarenakan tidak punya uang
sebanyak tiga juta rupiah waktu itu. Tiga juta thn 1990 yang diminta oleh oknum panitia
penerimaan polisi aku seolah-olah tak
berdaya lagi. Aku juga sempat masuk TNI Angkatan Laut dan aku rasa ini
benar-benar murni dalam seleksi masuk.
Dari 900 orang lebih yang ikut
tes pada akhirnya tinggal 5 orang yang lolos ke Surabaya sedangkan aku
dan seorang teman gagal dalam
penentuan terakhir.
Keinginan untuk menjadi se orang
Polisi/TNI sudah terkubur dalam disebakan usia sudah memasuki tahun ke 22 yang
persyarata pertama akupun mengucapkan sayonara, ini bukan nasib
atau jalan hidupku, aku sudah berusaha sekuat kemampuan.
Aku juga putuskan untuk meninggalkan jalanan sebagai
seorang loper koran yang selama ini kugeluti dan mencoba hal-hal yang baru yan
akan menjadi bekalku nanti. Timbullah dalam benak kesempatan pertama sudah
tidak mungkin akan kembali dan kini akan datang kesempatan yang berikut, seandainya aku tetap bertahan dengan perkerjaanku maka aku tidak
akan punya keahlihan sedikit walaupun
itu suatu pekerjaan kecil dimata semua orang. Pada akhirnya kujual semua langganan koran
pada teman yang bersedia membeli dengan harga tiga raatus ribu rupiah
sebagai modal untuk memulai suatu pekerjaan baru yakni sebagai kulih
bangunan.
Mendengar ungkapan kulih bangunan tentunya sesuatu hal yang dikerjakan dengan kekuatan tenaga atau pekerjaan berat. Inilah pilihan hidup yang sudah aku putuskan dan akan aku jalankan, dengan suatu harapan kecil yakni agar bisa membuat rumahku sendiri di kampung disebabkan bayar tukang cukup mahal ini motifasi saya saat itu. Pilihan sudah aku putuskan kini hanya tinggal kenangan selamat tinggal jalanan, selamat tinggal prempatan jalan Colmera disanalah kudipacu dengan waktu untuk mencari dan mendapatkan yang kuingikan hingga menyelesaikan sekolahku dan kini aku akan memulai dari awal apakah aku bisa jalankannya nanti ? Tepatnya tanggal 23 Juni 1991 kutinggalkan kota Dili dengan mengendarai sebuah mobil Dam Truk bermuatan bahan bangun yang diambil dari Toko Jaya Sontoso. Sambil duduk diatas tumpukan bahan bangunan bersama teman-teman yang baru kukenal saat itu, kami saling berkenalan satu dengan yang lain ada: Okto, Lius, Nadus, Eman, Laus, dan Abdulah. Perjalannan kami dari kota Dili menuju kearah timur yakni , Lospalos ibu kota Kabupaten Lautem menjadi tempat tujuan kami . Kami menempu perjalanan kurang lebih empat setengah jam lamanya dan akhirnya kamipun tiba sekitar jam sembilan malam, disebabkan karena kendaraan yang kami gunakan mengalami kerusakan as roda belakang diakibatkan kelebihan muatan. Kami akhirnya menginap disalah satu rumah warga yang bersedia menampung kami karena losmen di tempat itu tidak ada. Keesokan harinya kami melanjutkan pencarian tempat yang akan dibangun yakni Asrama TNI AD Batalion 745 Sampada Yudhabakty. Kami dianatar oleh petugas piket dan menunjukan lokas tempat untuk dibangun tempat penginapan kami. Bersama teman-teman sambil bergotong royong membuat membokar semua bahan bangunan yang kami bawa. Saat itu juga kami semua langsung membangu tempat untuk ditempati, namun setelah semua pekerjaan itu hampir selesai kami disuruh pindah lagi dari tempat itu. Waduh, sudah hampir selesai ko, disuruh pindah lagi tanpa ada rasa belas kasihan, nasib-nasib jadi orang kecil begini sudah sama seperti bola yang ditendang kesana kemari, kamipun berkemas dari tempat itu dan pindah kelokasi baru sesuai kemauan para pemiliknya.
Keesokan harinya setelah sarapan pagi Bapak
Pit Koban sebagai kepala tukang, membagi
tugas pada kami semua yang berjumlah lima belas orang. Kami semua langsung ketitik
lokasi bangun yang berjumlah enam tempat dan semua dilakukan setiap hari.
Setelah semua tugas dan pekerjaan
dilakukan sebagaimana biasanya aku mulai merasakan betapa beratnya pekerjaan itu , namun dengan
tekat aku ingin mencoba untuk belajar
dari satu pekerjaan yang aku rasa
bisa kukerjakan. Selama satu bulan
lamanya aku focus pada pekerjaan pemasangan pondasi dan akhirnya aku bisa
melakukannya dan gajipun sudah ditambahkan sebagai seorang pembantu tukang dengan gaji dua ribu lima
ratus rupian yang sebelumnya hanya seribu lima ratus rupiah. Pada saat material untuk bagian batu habis disini aku mulai beralih
kebagian kayu yang kuanggap lebih sulit sehingga kumnita pada kepala tukang
kayu agar bisa aku bantu. Darisini aku
sudah dipercayakan untuk bisa membantu semua pekerjaan yang dianggal belum beres sehingga
cepat selesai. Aku merasa senang karena apa yang belum pernah kubuat ternyata
sudah ada hasil yang baik dan inilah
yang menjadi harapan dalam hidupku jka ada kemauan maka semuanya pasti bisa dilakukan.
Semua pekerjaan ini kami lakukan hingga
empat bulan lamanya dan ini adalah awal yang baru buat aku dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang akan datang dan
akirhnya kami kembali ke Dili dengan penuh kegembiraan.
Aku bangga karena sudah lulus dalam
pendidikan sebagai seorang tukang bangunan dan dipercayakan lagi untuk menangani satu
tugas baru yakni yakni membangun Kantor SAMSAT Dili dan pada akhirnya rumah
yang aku idamkan kubangun sendiri selama satu tahun tujuh bulan oleh karena
tukang dan pengawas diambil alih oleh JK. Terima kasih Tuhan karena engkau mau
memberikan satu keahlihan yang kecil ini buat aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar