![]() |
Koran - koran - koran |
Untuk memenuhi kebutuhan hidup diri yang serba
tidak menentu yang kualami di Timor Timor oleh sebab keadaan ekonomi, akhirnya
kuterpaksa mengambil suatu keputusan yang menurutku itu baik. Keputusan itu tidak mengurangi
tujuan utama yang membawaku ke Timor Timur, yakni untuk melanjutkan pendidikan. Semua itu aku
alami dan kurasakan disaat memasuki pertengahan tahun pelajaran pertama, ketika aku tidak punya uang untuk membayar angkutan umum dan juga untuk
membiayai sekolahku.
Dalam situasi seperti itu aku bingung dan putus asah karena saat itu ada ulangan mata pelajaran Biologi, tetapi uang sepeser pun aku tak punya. Aku pergi ke sekolah dengam berjalan kaki. Tepat jam 11.00 aku sudah pamitan dari rumah karena jarak yang kutempuh untuk sampai ke sekolah tidak bedah ketika aku masih di bangku Sekolah Dasar.
Dalam perjalanan ke sekolah ada teman yang mengajak untuk sama-sama naik angkot , namun aku menjawab masih ada urusan jadi kawan duluan saja. Dalam hati ada keinginan untuk ikut bersama jika aku ada uang untuk bayar ongkos angkot. Aku melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan harapan jangan sampai terlambat karena ulangan hari itu aku harus ikut, karena sudah kupersiapkan untuk memperoleh hasil yang baik.
Dalam situasi seperti itu aku bingung dan putus asah karena saat itu ada ulangan mata pelajaran Biologi, tetapi uang sepeser pun aku tak punya. Aku pergi ke sekolah dengam berjalan kaki. Tepat jam 11.00 aku sudah pamitan dari rumah karena jarak yang kutempuh untuk sampai ke sekolah tidak bedah ketika aku masih di bangku Sekolah Dasar.
Dalam perjalanan ke sekolah ada teman yang mengajak untuk sama-sama naik angkot , namun aku menjawab masih ada urusan jadi kawan duluan saja. Dalam hati ada keinginan untuk ikut bersama jika aku ada uang untuk bayar ongkos angkot. Aku melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan harapan jangan sampai terlambat karena ulangan hari itu aku harus ikut, karena sudah kupersiapkan untuk memperoleh hasil yang baik.
Ketika sampai di dekat sekolah ada suara terdengar yang memanggil, “John….John, sini dulu aku mau nitip surat sakit hari ini
aku nga ke sekolah“ kata teman sekelas
namanya Nanik. Aku menghampiri dan mengambil
surat yang dipegangnya sambil ia berkata , “Ko, kamu tidak naik angkot .” Jawabku,
“Aku tidak punya ongkos hari ini ada ulangan Biologi sehingga kuputuskan
untuk berjalan kaki . “
Aku pamitan ya,
nanti terlambat, namun ia berkata tunggu sebentar, sambil berjalan kedalam kios. Tidak lama kemudian ia keluar
dan memegang sesuatu sambil berkata, ini buat kamu bukan berarti
aku membayar karna membawa surat aku namun, ini untuk ongkos angkut saat
kamu pulang jadi jangan ditolak ya. Aku dengan ucapkan terima kasih atas pemberiannya, sambil berkata jika permberiannya ikhlas aku terima karena aku tidak usah dikasihani.
Sambil tersenyum ia berkata, cepat sana
nanti kamu terlambat. Aku pun bergegas pergi meninggalkannya dengan rasa haru.
Dari peristiwa itu akhirnya aku temukan seseorang
yang sedang menjajakan koran saat pulang sekolah bersama teman-teman sambil
nongkrong di emperan pertokoan, tepatnya di Colmera Dili. Sambil melihat-liahat
dalam hati aku bertanya apa aku juga bisa lakukan
ini? Jika ia bisa kenapa aku tidak untuk melakukan ini.
Sekembali ke rumah bayangan ini selalu menghantui. Seandainya memasuki tahun ajaran baru nanti tentunya sekolahnya pagi hari, maka ini akan menjadi suatu hal yang baik buat aku untuk bisa melakukan ini. Namun tugas utamaku tetap kujalankan karena ini adalah tujuan utama aku datang ke sini, kota Dili. Apa kata orang tua dan kakak di kampung jika mendengar aku berheti sekolah. Apa kata teman-teman jika mereka tahu bahwa aku seorang penjual /loper koran.
Entalah yang penting bahwa yang aku lakukan itu adalah sesuatu hal yang tidak merugikan atau menyusahkan orang lain, itu adalah hal yang baik. Niatku ini akhirnya kuuturakan pada kakak iparku dengan harapan mudah-mudahan keinginanku diterima sehingga bisa membantu diriku. Akhirnya kuberanikan diri untuk menyampaikan niatku ini dan dengan senang hati kakak iparku menerima, namun dengan harapan semua tugas harian di rumah dan juga tugas utama untuk belajar jangan sampai terbengkelai apa lagi tidak naik kelas.
Dengan senang hati aku mendengarkan semua ucapan kakak iparku karena apa yang kukhawatirkan terjawab sudah. Itu berarti kakak ipar mengizinkan aku untuk berjualan koran sedangkan kakak laki pasti tinggal mengiakan saja. Akupun berjanji padanya dengan tekad semua tugas akan aku jalankan dengan baik entah pekerjaan di rumah maupun tugas belajarku, aku juga tidak akan mengecewakan kakak dan semua orang yang aku sayangi.
Sekembali ke rumah bayangan ini selalu menghantui. Seandainya memasuki tahun ajaran baru nanti tentunya sekolahnya pagi hari, maka ini akan menjadi suatu hal yang baik buat aku untuk bisa melakukan ini. Namun tugas utamaku tetap kujalankan karena ini adalah tujuan utama aku datang ke sini, kota Dili. Apa kata orang tua dan kakak di kampung jika mendengar aku berheti sekolah. Apa kata teman-teman jika mereka tahu bahwa aku seorang penjual /loper koran.
Entalah yang penting bahwa yang aku lakukan itu adalah sesuatu hal yang tidak merugikan atau menyusahkan orang lain, itu adalah hal yang baik. Niatku ini akhirnya kuuturakan pada kakak iparku dengan harapan mudah-mudahan keinginanku diterima sehingga bisa membantu diriku. Akhirnya kuberanikan diri untuk menyampaikan niatku ini dan dengan senang hati kakak iparku menerima, namun dengan harapan semua tugas harian di rumah dan juga tugas utama untuk belajar jangan sampai terbengkelai apa lagi tidak naik kelas.
Dengan senang hati aku mendengarkan semua ucapan kakak iparku karena apa yang kukhawatirkan terjawab sudah. Itu berarti kakak ipar mengizinkan aku untuk berjualan koran sedangkan kakak laki pasti tinggal mengiakan saja. Akupun berjanji padanya dengan tekad semua tugas akan aku jalankan dengan baik entah pekerjaan di rumah maupun tugas belajarku, aku juga tidak akan mengecewakan kakak dan semua orang yang aku sayangi.
Keesokan harinya aku menemui pemilik koran sebelum berangkat sekolah dan mengutarakan niatku dan aku diterima. Namanya
agen Harian Kompas itu adalah Petrus Hale. Dengan senang hati iapun menerima permintaanku
lalu ia balik bertanya: “Kapan kamu mulai jualan”. Jika Bapa menghendaki maka sehabis pulang sekolah aku
bisa ambil untuk jualan.” Jawabku. Iapun setuju namun berpesan jika boleh carikan langganan sehingga
tinggal diantar kerumah-rumah saja biar waktu belajar kamu tidak
terganggu. Dan bayarannya satu
exemplar untuk Kompas, Rp 300 dipotong Rp 50 untuk upah kamu, sedangkan Jawa Pos, Rp 200 dan dipotong Rp 50, sedangkan langganan sebulan untuk Kompas Rp. 10.000
perbulan dipotong Rp. 1000 untuk upahmu
dan Jawa Pos, Rp 8.500 perbulan dipotong Rp 1000 untuk
upahmu” demikian kata Bapak Petrus Hale sambil menarik
sebatang rokok.
Tugas kini sudah didepan mata tinggal
bagaimana melakukannya dengan cara dan juga tanggung jawab yang
sudah dipercayakan. Tepat tanggal 19 Desember 1987 pekerjaan itu aku jalankan!
Koran…………Koran………..beli Koran……..pa, beliKoran……….bu……inilah awal dari perjuangan
demi memenuhi kebutuhan hidup
walau semua ini dianggap hina namun
bagiku adalah suatu hal yang mulia.
Aku mulai belajar dari pengalaman hidup ini dengan
penuh kebahagian dan penuh canda dan tawa bersama teman-teman seperjuangan
dengan berbagai kendala yang kujumpai dilapangan hingga Lulus dari SMAN I Dili pada akhir Mei 1990. Uang yang aku terima sangat
berarti dan sedikit demi sedikit kusimpan sebagai bekal jika suatu waktu nanti aku keluar dari
kelompok kecil itu. Langganan Kompasku saat itu 169 orang dan Jawa Pos 85 orang, sedangkan Koran Surya 45 orang dan Bali Post ada 31 orang sedangkan
yang kujual ada 25 exemplar. Lumayan
juga buat bayar uang sekolah dan
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan uang pemberian
teman saat aku ke sekolah dengan berjalan kaki tidak pernah kulupakan dengan mentraktirnya
sebagai balas budi baiknya. Terima kasih buatmu semua terutama sahabatku Nanik. Tuhan akan membalas
kebaikanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar