“ John…..John…..mau ikutan daftar tidak, ada
pembukaan Tes masuk Kantor ”, kata Dinis
Pires Mendez sambil memegang sebuah map kusut berwarna merah. “Tidak pa Pegawai“, kataku, sambil
melanjutkan pekerjaan pembangunan toko Sarina di Colmera Dili. Sekembalinya dari tempat bekerja kumembayakan perkataan teman tadi dan
memutuskan untuk mencoba ikut mengadu
nasib, siapa tahu bisa lolos dalam ujian tes nanti. Akhirnya setelah mandi aku kerumah teman dan
menanyakan kebenaran informasi tentang
pembukaan tes masuk Kantor yang ia kabarkan. Sesampai di rumahnya belum kutanya
spontan ia berkata, “Penutupan
pendaftaran tinggal tiga hari lagi, jika kamu mau segera siapkan berkas untuk
daftar, ini contohnya.” kata Dinis sambil tertawa. Akupun
membaca dan mencatat semua
persyaratan yang sudah ia dapat.
Keesokan harinya sambil membawa
semua persyaratan dalam sebuah map dan
terus ke tempat kerja dan mememui Nisan sambil berkata, “Teman, hari ini aku minta
izin mau masukan lamaran di Kantor Departemen Agama karena penutupan
pendaftaran tinggal dua hari lagi". Kata Nisan padaku, “ O, ia jika sudah beres
baru kesini lagi untuk kita sama-sama lanjutkan kerjaan.” Dengan demikian aku pun bergegas ke Kantor yang
jaraknya tidak jauh dari tempatku bekerja sebab lokasinyapun ada di Colmera.
Sesampai
di sana ternyata sudah banyak orang yang menunggu di ruangan Kantor, namun
petugas Panitia Penerimaan Pegawai belum datang karena harinya masih pagi. Sambil
menunggu petugas Panitia tidak lama berselang
datang juga Dinis dan dari jauh ia memanggil:
“John , mari kita ke Kantor Dep.
Naker untuk urus Kartu kuning dulu.” Jawabku, ” Aku sudah punya Dinis.”
Setelah
petugas Panitia Penerimaan Pegawai tiba kami akhirnya berdesak-desakan untuk antrian mengambil nomor urut sebagai
bukti saat dipanggil untuk memasukan semua persyaratan. Kata teman-teman
disampingku dengan dialeg Tetumnya, “ ita ne hansa iha Hospita simu ai moruk sa ne,” ( kita ini sepertinya di
rumah sakit ambil obat saja) sambil mengusap
keringat yang mengalir dari keningnya.
Kini
tiba giliranku dipanggil untuk memasukan semua persyaratan, lama Petugas Panitia memeriksa semua berkas
satu-persatu dan akhirnya sebuah
kertas kecil bertuliskan No. Pendaftaran
305 disodorkan dari balik loket dengan pesan,
“Ini kertas jangan sampai hilang dan nanti tanggal 28 Oktober 1992 kamu
ke GOR untuk ikut ujian tulisan,“ kata Petugas Panitia padaku. Sambil menerima
secarik kertas dari Petugas Panitia dengan ucapan, “Obrigado maun bot,” sambil
melangkah keluar dari himpitan orang-orang yang ada di sekitarku.
Sambil
menunggu untuk mengikuti Tes aku berkumpul bersama teman-teman untuk
melanjutkan perkerjaan pembangunan toko Sarina.
Dan pada akhirnya tibalah saat yang telah ditentukan untuk Tes, dan kami
semua berkumpul di Gedung Olah Raga Dili
dengan jumlah peserta kurang lebih enam ratusan orang yang mendaftar dengan kuota 35
orang yang diterima. Dengan kategori:
SD, SMP, 3 orang, SMA/K 24 orang dan Sarjana 8 orang.

Tepatnya tanggal 19 Nopember 1992 jam 18.00, dari corong Kantor RRI Dili dalam sebuah
berita pengumuman kelulusan Calon Pegawai Negeri Sipil dengan perasaan yang
tidak menentu aku coba mendengarkan berita ini. Pada saat nama-nama dibacakan
dengan kategori masing-masing dan akirnya tiba pada tingkatan SMA/K yang
kudengar adalan nomor satu dengan nomor peserta 305 lima atas nama Yohanes Kia.
Aku hanya berdiam diri dengan perasaan haru bertetaskan air mata aku sudah
lulus. Apa ini benar aku sudah lulus?
Lama aku terdiam sambil berdiri aku berkata
pada kakak ipar, “Aku telah lulus Tes Pegawai kakak.“ Jawab kakak
ipar, “Syukur pada Tuhan Bonsu, kamu sudah diterima ini adalah jalan hidupmu jadi bersiap-siaplah untuk kamu
jalankan dengan penuh rasa tanggung jawab,” demikian katanya dengan rasa haru
bercampur gembira.
Pada
tanggal 4 Desember 1992 kami semua yang
lulus dalam ujian tulisan dipanggil untuk melengkapi semua persyaratan dan
mengikuti salah satu bagian lanjutan tes yakni Psikotes di Kantor Korem Dili.
Giliranku dipanggil dan mengisi semua formulir yang telah disiapkan dan ada
satu pertanyaan yang ditanyakan oleh petugas padaku yakni, “Menjadi seorang Pegawai Kantor Departemen
Agama acara apa yang kamu sukai pada acara di TVRI, dengan spontan aku
menjawab, “ Mimbar Agama.” Kata petugas
kamu boleh pulang kamu telah lulus mudah-mudahan kamu jalankan dengan rasa
tanggung jawab demi kepentingan Bangsa dan Negara. Sedangkan
salah seorang teman yang tadinya mengajakku untuk ikut daftar juga lulus
dan giliran untuk mengikuti Psikotes memakan waktu cukup lama yakni sekitar dua
jam lamanya. Sambil berjalan pulang ia
berkata aduh susah sekali ini pertanyaan Petugas Psikotes tanya bolak-balik sampai keringat pikirnya
biasa saja.
Dan pada
tanggal 12 Desember 1992 semua berkas
persyaratan diperiksa kembali di Kantor Departemen Agama selanjutnya dikirim
ke Jakarta untuk diproses NIP, sementara itu petuga Panitia mengucapkan selamat
pada kami semua yang lulus dengan ucapan, “Selamat bergabung bersama kami pada
Kantor Departemen Agama, jika Nota Persetujuan sudah ada kami akan dipanggil kembali untuk proses
selanjutnya.” Kata bapak Teotoni Da
Silva selaku Ketua Panitia Penerimaan Pegawai tahun 1992. Kami akhirnya
membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing dengan sebuah harapan yang
pasti yakni sebagai seorang Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.
Dalam
masa penantian aku tetap melanjutkan tugas sebagaimana biasanya sebagai seorang
Tukang Bangunan dan pada tanggal 8 Januari 1993 aku kembali ke Kampung halaman dengan
penuh harapan untuk menemuai orangtua serta sanak keluarga yang kutinggal pergi selama ini.
Semenjak di kamupung halaman aku membantu Bapa dan Mama serta kerabat keluarga untuk memperbaiki rumah yang sudah tidak layak dengan sebuah keterampilan yang aku miliki. Pada akhirnya berita gembira pun datang dari Dili agar segera melaksanakan tugas baru pada Kantor Departemen Agama di kota Maliana Kabupaten Bobonaro sebagai seorang Pegawai Negeri. Setelah menerima kabar ini akupun berkemas untuk kembali ke Dili dengan penuh sukacita dari keluarga dan kerabat di kampung halaman.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar